Indonesia menjadi negara dengan prevalensi perokok aktif laki-laki tertinggi di Asia. Berdasarkan data yang dikutip dari CNN Indonesia, angka perokok aktif laki-laki di India sebesar 29%, Thailand 39%, Tiongkok 53% sedangkan Indonesia menduduki peringkat teratas dengan angka 69%. Hasil lainnya menunjukan bahwa kebanyakan perokok mulai merokok sebelum mereka menginjak umur 19 tahun dan perokok termuda berusia 11 bulan. Lebih mirisnya lagi, saat ini ada trend jumlah perokok wanita menunjukan peningkatan. 

Padahal sudah kita ketahui bersama, bahwa rokok memiliki kandungan nikotin yang memiliki sifat candu yang membuat si perokok sulit untuk lepas diri dari ketergantungan. Lalu kira-kira apa yang membuat seseorang menjadi perokok, berikut ini ulasannya.

1. Faktor Dalam Diri (Rasa Keingintahuan)
Iklan memberikan efek bagi penerima informasi. Seorang perokok dicitrakan sebagai seorang yang glamour, cowok banget, dan dikagumi oleh banyak lawan jenis membuat penarasan untuk mencoba dan melihat “khasiat” rokok. Kekurangtahuan terhadap dampak buruk dari rokok turut andil dalam pengambilan keputusan tersebut. 

2. Faktor Lingkungan
Seorang anak akan mengikuti pola perilaku dari lingkungan yang ada disekitarnya. Seorang anak yang tumbuh di lingkungan perokok tentu cenderung akan menjadi perokok pada saat remaja. Kemungkinan ini akan lebih besar jika perbuatannya diperbolehkan oleh kedua orang tuanya. 

3. Faktor Sosial (Pengaruh Teman Sebaya)
Keluarga memiliki andil untuk membentuk perilaku pada anak, namun teman sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar lagi. Dalam pergaulan sebaya, terdapat beberapa norma didalam pergaluan yang “memaksa” anggotanya untuk melakukan suatu aktifitas tertentu atau atribut tertentu untuk dapat diterima dan diakui dalam kelompok. Seringkali merokok menjadi salah satu media untuk dapat diterima dan dianggap dalam suatu komunitas. Hanya pribadi yang memiliki kemampuan sosial yang tinggi dan jati diri yang kuat yang tidak memerlukan rokok dan media lain untuk berbaur dan diterima oleh kelompok.

4. Faktor Psikologi / Stres
Karena efek candunya, merokok sering diyakini mampu mengurangi ketegangan saraf, menghilangkan rasa lelah, mengendurkan persedian, dan menimbulkan rasa lega. Mitos seperti ini yang membuat seseorang memiliki keinginan dan ketergantungan yang besar terhadap untuk merokok pada saat ia sedang stres, gelisah, atau menghadapi masalah. 
Nikotin merupakan senyawa yang dapat merangsang otak manusia untuk mengeluarkan dopamin, zat ini yang berperan terhadap munculnya rasa tenang, nyaman, dan dihargai. Namun, ketika nikotin berkurang maka dopamin akan ikut berkurang sehingga rasa cemas, gelisah, dan kondisi psikologi lainnya akan kembali datang. Hal ini yang menyebabkan seorang perokok tidak akan berhenti merokok pada saat ia mengalami stres, gelisah, atau menghadapi suatu masalah. Padahal rokok itu sendiri sejatinya merupakan stressor, sumber stres.
Alasan yang sama terjadi untuk perokok yang membutuhkan rokok untuk mengembalikan rasa percaya dirinya.

5. Tingkah Laku / Kebiasaan
Seseorang terdorong merokok sering kali karena habit. Kebiasaan setelah makan, teman minum kopi atau minum teh, dan ketika melakukan aktifitas tertentu. Perilaku yang dilakukan secara continue akan menjadi habit dan merasa “kurang” jika tidak dilakukan. Untuk menyudahinya hilangkan perilaku itu , karena habit juga dapat diubah.

Post a Comment

Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung