Menikah adalah menjalankan setengah agama. Maka itu adalah sesuatu yang penting dan perlu dipersiapkan dan dilakukan dengan serius. Perlu ada persiapan yang matang secara mental dan materi. Soal mental adalah yang paling utama karena menikah adalah mitsaqon ghalidhon, ikatan yang begitu penting. Sekali seumur hidup perlu diniatkan dan dipertahankan jika memungkinkan. Karenanya tidak boleh main-main. 

Pertimbangan utama untuk menikah adalah memilih pasangan. Cari pasangan yang akan memberi nilai tambah dan membuat hidup ini lebih indah. Bukan yang sebaliknya menjadikan sumber penderitaan dan petengkaran tiada akhir. Maka carilah pasangan yang sekufu, dalam bahasa agama, yang cocok secara fisik dan secara psikis. Jika ingin pasangan yang baik fisik dan perangai serta tingkah lakunya, maka mulailah dengan membenahi penampilan dan perangai kita sendiri. Karena semua akan mendapatkan apa yang dicari dan apa yang sesuai dengan usaha dan upaya nya.

Pasangan harus jadi nilai tambah. Penggenap ditengah kehidupan yang serba ganjil. Pemberi dan penambah energi positif ditengah energi dan beban hidup yang membuat kita negatif. Pasangan yang saling mengisi, bukan yang saling menegasi. Pasangan yang saling melengkapi bukan saling mengkritisi dan mencibir mencari kesalahan. Pasangan adalah kekasih, namun sejatinya ia adalah teman hidup. Sebagaimana layaknya teman, ia akan selalu mendorong kita untuk menjadi peribadi yang lebih baik. Mengingantkan saat kita lupa dan mendengarkan saat kita perlu teman bicara. Menemani saat semua pergi dan sepi. Setidaknya selalu berusaha.

Namun tentunya semua harus berjalan secara resiprokal. Haru saling. Karena hubungan yang berhasil bukan yang bertepuk sebelah tangan. Apalagi yang berjalan hanya sebelah kaki. Nanti gempor dong. Memperlayak diri adalah upaya tiada henti yang harus dilakukan untuk mendapatkan kehidupan rumah tangga yang menyenangkan, menenteramkan. Tidak ada hubungan yang berhasil yang dijalani oleh satu sisi yang menderita.

Namun seringkali kita alpa dalam hal-hal penting seperti itu saat ingin menentukan pernikahan. Tak jarang terlibat dan terlenakan oleh hal yang tidak terlalu penting dalam persoalan persiapan pernikahan. Yang paling penting dalam pernikahan adalah menyamakan visi dan misi akan dibawa kemana biduk pernikahan dijalankan. Namun antara adat dan syariat serta keinginan kadang melenakan semua. Kita pusing memikirkan resepsi bukan visi pernikahan. Karena seringkali memaksakan sesuatu karena alasan gengsi dan citra di mata masyarakat.

Resepsi dan perayaan pernikahan boleh saja dirayakan dengan pesta pora. Namun tidak bijak jika persiapan acara yang hanya sehari dua hari dan seremonial melenakan dari perjalanan panjang yang akan dilalui. Jika ada keluangan rejeki laksanakan pesta secukupnya saja, tidak usah terlalu berlebihan. Apalagi jika kondisi ekonomi kita dan keluarga sedang berada dalam keterbatasan, maka bermewahan dalam pernikahan tentu bukan pilihan yang bijak.

Tentu dalam prakteknya itu bukan sesuatu yang mudah. Karena jikapun dua pasangan ingin pernikahan yang syahdu namun sederhana keluarga besar seringkali ingin pesta yang luar biasa. Maka komitmen terhadap kesederhanaan tidak cukup hanya dari dua pasangan namun juga harus dari kedua orang tua. Jangan memberatkan anak atau calon menantu dengan menuntut pesta pernikahan yang berlebihan. Karena itu hanya pesta sehari yang hebohnya hanya akan jadi sekedar gunjingan dan kurangnya sekedar jadi cibiran. Tidak ada hubungan seimbang dan searah antara pesta pora yang luar biasa dari suatu pernikahan dengan kebahagiaan yang akan dibangun dalam biduk rumah tangga dalam hitungan dasawarsa atau milenia ke depannya.

Bersederhanalah dalam pernikahan, fokuskan pada hal yang lebih substantif, menyambungkan relasi dan menyamakan visi. Mendukung kelancaran pelayaran biduk rumah tangga yang akan mengarungi samudera luas kehidupan pernikahan yang penuh dengan onak dan duri. Berbahagia dan membahagiakan.  

Post a Comment

Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung