Kesejahteraan itu bisa digapai dengan pembangunan. Begitu kira-kira mantra yang dilakukan oleh banyak pemimpin negara, politisi dan pemimpin negeri lainnya. Pencarian untuk memahami, mempromosikan dan mewujudkan pembangunan menjadi bahan studi dan pergulatan akademis terutama setelah perang dunina kedua berakhir.

Ada banya teori dan peristiwa politik yang menjadi latar belakang dan membentuk studi soal pembangunan. Namun tentunya terlalu banyak jika ingin dibahas di post ini. Lagian ini kan blog pribadi, jadi kita bahas yang mudah dan simple saja. Lumayan untuk menitipkan catatn dari kuliah yang tercece, sama promosi blog hahaha. 

Dalam studi pembangunan yang banyak dijadikan pembahasan adalah isu the Great Divergence, atau melebarnya jurang perbedaan kesejahteraan antar negara maju dan negara miskin serta negara yang berada diantaranya. Great Divergence ini terjadi baru-baru saja jika diukur menurut usia hidup dunia. Yaitu sejak 1820 atau awal abad 18. Satu peristiwa yang penanda penting peristiwa itu adalah era Revolusi Industri yang terjadi di daratan para ratu di Inggris. 

Perbedaan kekayaan negara miskin sejak masa itu berubah drastis bekali lipat. Sebelum tahun 1820 rata-rata penduduk dunia miskin, dan pertumbuhan ekonomi stagnan berabad-abad lamanya, paling tidak selama 5 abad sejak prediksi. 

Perubahan pendapatan dan melebarnya kesenjangan sejak awal abad 18 ini kemudian menjadi bahan diskusi dan pembahasan yang hangat. Berbagai teori muncul dalam bentuk jurnal artikel, buku hingga program-program. Para peneliti sejarah, ekonomi, politik mencoba menganalisa apa yang menjadi faktor pendorong satu negara tumbuh menjadi negara kaya, sementara yang lain stagnan dalam kemiskinan atau semakin parah keadaannya. 



Pembahasan terutama mencoba mengekstrak teori dari pengalaman bangsa-bangsa maju di masa lampau, seperti kisah dominasi bangsa viking, kejayaan Islam, peradaban cina, bangsa-bangsa eropa barat, khususnya Inggris dan hingga ke AS, Jepang, negara Asia timur lain dan Cina dalam 10 tahun terakhir.  

Ada yang mengatakan sebabnya adalah hoki, alias keberuntungan. Misalnya Inggris beruntung karena menemukan daratan Amerika Utara yang relatif penduduknya jarang sehingga bisa menampung migrasi dari negaranya, atau keberlimpahan stok batu bara di perut bumi Birtania yang tidak dimiliki negara lain, hingga hoki karena tidak berada di daerah tropis yang pada zaman dulu rentan dengan berbagai penyakit dan kondisi alam yang tidak bersahabat. 

Sementara teori lain mencoba membedah dari segi kultur dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Misalnya keterbukaan, penghargaan terhadap ilmu pengetahuan, egaliterianisme, kerja keras dari etika protestan, menurunnya feodalisme, hingga budaya masyarakat pesisir. 

Teori lain menjelaskan bahwa ketersediaan institutsi yang bagus adalah faktor utama yang bisa mempengaruhi itu semua. Misalnya negara yang lebih akuntable, transparan, tidak korup lebih bisa mewujudkan kesejahteraan dari pada negara yang masih bermasalah dengan hal-hal tersbeut.  Keberlimpahan sumber daya manusia dan alam, kultur yang baik tanpa proses good governance yang bagus tentu juga akan sia-sia. Salah satu yang sering dijadikan contoh adalah mencoloknya perbedaan kesejahteraan Korsel dan Korut, dua negara yang berbagi etnis, kultur bahkan lokasi geografis tapi jomplang dalam berbagai indikator ekonomi. 

Berbagai teori muncul untuk menjelaskan relasi-relasi dari berbagai faktor itu. Namun semua mengakui bahwa pada dasarnya tidak ada satu teori yang mampu menjelaskan banyak fenomena secara meyakinkan. Semua benar, secara sebagian-sebagian, tergantung konteks dan kondisi negaranya. Semua setuju terlalu banyak faktor yang bisa mempengaruhi proses pembangunan yang intervensi dan perubahannya harus dilakukan dengan memperbaiki berbagai segi dan lini. 

Salah satu yang mengemuka dari berbagai teori itu adalah bahwa sebagian negara mengalami pertumbuhan ekonomi secara konstan bertahun-tahun lamanya. Sementara yang lain tidak stabil, naik turun, jatuh bangun, sehingga dalam jangka waktu yang lama perbedaan menganga semakin besar. AS menjadi pemimpin ekonomi dunia dengan mengalami pertumbuhan secara konsisten rata-rata 2% selama 100 tahun. Sementara itu Cina bisa menyusul pertumbuhan itu karena dalam jangka waktu 20 tahun pertumbuhan ekonominya rata-rata 6-7% bahkan tidak jarang hingga dua digit. 

Hal lain yang sejauh ini saya fahami bahwa faktor ideologi juga tidak terlalu kuat dalam menentukan berhasil atau tidaknya. Yang lebih dominan adalah keputusan yang tepat dan pilihan yang pas untuk menjawab tantangan yang ada. AS dan Inggris bisa memimpin dengan demokrasi dan sistem kapitalis dmana lembaga keuangan terutama di Amerika menjadi salah satu triger utama pembangunan, juga infrastruktur dan elemen kebijakan ekonomi lain. Kebebasan menjadi basis yang kuat untuk merangsang inovasi masyarakat. Insentif positif. 

Sementara negara-negara di Asia Timur yang terkenal dengan pendekatan state-led development juga ternyata bisa maju dengan suasan politik yang lebih tertutup bahkan tidak terlalu demokratis. Peran negara berkolusi dengan perusahaan-perusahaan yang diberikan kemudahan juga menjadi jurus baru mengagpai kesejahteraan. Ditambah lagi dengan Cina yang politiknya komunis satu partai, tapi sistem ekonominya mulai membuka diri dan menari di pusaran ekonomi global juga bisa mengalami percepatan ekonomi bahkan menyusul pemimpin ekonomi lainnya. 

Jadi masih banyak pertanyaan. Ada teori juga yang menyatakan bahwa tetap pembangunan itu bahan baku utamanya adalah sumber daya manusia yang berkualitas, pengelolaan ekonomi yang baik (modal), dan penggunaan teknologi. Maka peningkatan kualitas hidup, pemberantasan kemiskinan menjadi salah satu misi utama bagi pengembaraan pencarian kesejahteraan itu. Pendidikan, Kesehatan, dan Program-program pengaman kesejahteraan sosial selalu menjadi pembahasan dalam setiap upaya menggapai pertumbuhan ekonomi. 

Ya sudah itu dulul lah, ini tonton video saja dulu :

Post a Comment

Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung