Tulisan ini sebetulnya sudah saya selesaikan dalam perjalanan terbang Narita ke Chicago di ketinggian diatas Samudera Pasifik. Namun karena kendala teknis dan koneksi internet yang lemot, tulisan yang cukup panjang itu terhapus secara tidak sengaja. Akhirnya saya harus menulis ulang pointers dalam tulisan tersebut dalam postingan ini. 

Melakukan hal yang sama kedua kalinya terkadang bosan, perlu waktu dan energi yang cukup besar. Namun fase tetap harus dijalani. Baiklah ini sharing pengalaman saya mendampingi istri untuk kehamilan kedua. 


Anugerah Kedua Perjalanan Cinta 
Menikah dan hamil itu dua hal yang berbeda. Pengalaman dan sensasinya berbeda karena proses dan tantangannya tidak sama. Saat menikah kita melakukan penyesuaian kebiasaan dan menyatukan kehidupan dua insan. Dulu waktu pertama menikah kami sempat berencana menunda kehamilan karena istri yang masih berjuang menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi UIN. Namun Allah memberi amanah lebih cepat dari yang kami bayangkan. Setelah satu bulan menikah, waktu itu istri saya langsung hamil anak pertama kami. Itu 6 tahun yang lalu, sudah lumayan cukup lama.

Kemudian akhir tahun lalu, saya sudah mendapat kabar jika aplikasi beasiswa saya lolos tahap wawancara. Artinya sudah setengah jalan terlewati dalam proses mendapatkan beasiswa. Disamping itu Ali Kahfi, anak kami yang pertama, sudah masuk usia 5 tahun. Usia yang sudah cukup matang untuk punya adik. Istri saya bilang, jarak usia anak jangan terlalu dekat karena terkait kesiapan ibu dan kebutuhan perhatiannya dari orang tua. Tapi juga jangan terlalu jauh, maksudnya jangan lebih dari 7 tahun, karena secara psikologis attachment sang kakak dengan adiknya akan tidak terlalu dekat. Bisa jadi keduanya punya psikologi anak tunggal karena usia yang terpaut terlalu jauh. 

Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan program anak kedua. Istri saya setuju untuk membuka kontrasepsi dan menyiapkan diri untuk hamil kedua kalinya. Waktu itu saya berasumsi program kehamilan itu tidak akan langsung berhasil, karena jikapun IUD sudah dibuka, maka butuh waktu bagi istri untuk bisa hamil lagi, karena butuh waktu untuk mengembalikan kesuburan. Namun ternyata dugaan saya meleset, satu bulan setelah IUD dibuka, istri saya tidak juga kunjung mengalami datang bulan. Kami menunggu hingga dua bulan untuk memastikan apakah ini kehamilan atau sekedar terlambat haid. Setelah dua bulan, kami coba pake test pack, garis dua yang muncul menjadi pertanda. Untuk memastikan kami konsultasi ke dokter kandungan, hasilnya menggembirakan, ada janin yang bersemayam di dalam rahim istri saya. Alhamdulillah, batin saya, kami diberikan anugerah anugerah calon anak kedua. 

Ali sebentar lagi jadi Aa Ali Kahfi Karami.



Kembar (Gemeli) dan Hiperemesis
Waktu itu dokter Teti, hanya menyatakan bahwa kondisi janin bagus, namun masih ada gelembung di sekitarnya. Saya lega karena tidak ada masalah dalam perkembangan janin di bulan kedua. Namun setelah nya istri saya mulai kepayahan. Bukan sekedar morning sickness, yang dialami di pagi hari, namun istri saya mengalami muntah mual dan susah makan justru setelah siang hingga malamnya. Puncaknya badan istri saya pernah lemas hingga nyaris seharian istri hanya tidur dan istriahat. Tubuhnya begitu lemah hingga nyaris istri saya tidak bisa berdiri. Dalam keadaan panik, saya mencoba menenangkan diri. Saya ajak istri untuk periksa ke Rumah Sakit Permata Pamulang. Positif sudah kata dokter jaga di IGD, istri saya kekurangan asupan makanan sehingga lemas, harus diinfus dan dirawat agar kondisinya bisa kembali stabil.
"Gemeli adalah istilah medis yang berarti kehamilan kembar. Pada kehamilan gemeli, seorang perempuan mengandung lebih dari satu janin di dalam rahimnya. Tidak hanya dua, tapi bisa juga tiga, bahkan empat janin atau lebih sekaligus."
Karena di rumah kami hanya bertiga, saya percayakan istri di rawat di rumah sakit. Saya tidak menunggu di RS atau menginap disana, jika ada waktu saya temani hingga malam. Namun saya tidak menginap disitu karean anak perlu istirahat dan harus sekolah, sementara saya juga harus kerja. Toh di rumah sakit ada perawat dan sistem pelayanan 24 jam. Istri saya akan baik-baik saja.

Dokter jaga di IGD, dokter kandungan dan dokter penyakit dalam melakukan pemeriksaan intensif kepada istri saya.  Kami tidak menaruh curiga macam-macam karena kepayahan selama awal masa kehamilan sebetulnya hal yang biasa. Proses kehamilan kedua ini memang berbeda dengan kehamilan pertama, Ali Kahfi dulu. Waktu itu, istri saya masih sempat ikut PKL, ujian komprehensif di kampus hingga menyusun proposal skripsi di bulan-bulan awal kehamilan. Tidak ada mual yang payah, atau rasa malas makan. Semua berjalan normal, kecuali bahwa perut istri saya mulai membuncit tanda ada calon manusia yang tumbuh di dalamnya.

Kehamilan kedua ini lebih isttimewa. Obrolan kami hanya menerka, beda keadaan ini karena bisa jadi kelamin si jabang bayi yang berbeda. Ada mitos bahwa kehamilan anak perempuan lebih berat daripada hamil anak laki-laki. Itu saja yang terlintas dalam pikiran kami. Tiada yang lain. Meskipun laki atau perempuan sama saja bagi saya dan istri, siapapun dan apapun kelamin calon anak kami yang kedua tidak akan mengurangi cinta dan kasih sayang yang akan kami berikan. 

Kemudian kabar baik itu datang kemudian secara beriringan. Setelah dua bulan lalu kami diberitahu istri hamil, kali ini dokter Teti menyampaikan bahwa gelembung yang dulu itu ternyata calon janin kedua anak kami. "Selamat pak Deni, istri anda hamil gemeli" begitu sekira pernyataan dokter Teti. Perasaan kami berdua campur aduk. Diberikan satu janin saja sudah membahagiakan, sekarang kami dikabari ada dua calon jabang bayi di kandungan istri, Alhamdulillah. 

Dokter Teti kemudian menjelaskan bahwa kepayahan yang dialami istri selama ini adalah gejala hiperemesis. Gejalanya memang mual dan muntah melebih morning sickness dan bisa terjadi sepanjang hari. Penyebabnya banyak, salah satunya memang mengandung anak kembar. Lebih lengkap cek artikel ini Hiperemesis Gravidarium. Biasanya masa kritis terjadai dalam 14 minggu pertama kehamilan. Jika tidak ditanggulangi maka bisa membahayakan ibu dan sang janin. 

Istri saya hingga harus dirawat inap dua kali karena hiperemesis di 3 bulan pertama. Memang harus ditangani serius karena bisa berakibat fatal bagi ibu dan janinnya.

Hati-Hati Anemia
Setelah bulan ketiga, kondisi istri berangsung kembali bugar seperti sedia kala. Istri bisa beraktifitas kembali seperti sedia kala di rumah dan pekerjaan lainnya. Malah sempat juga beberapa kali membantu tes psikologi dan menghandle acara di kantornya. Namun tantangan buat ibu hamil apalagi dengan kehamilan kembar tidak berhenti sampai disitu. Karena setiap Ibu hamil berisiko mengalami anemia selama kehamilannya. Mereka butuh asupan nutrisi yang ekstra untuk dirinya dan perkembangan janin yang maksimal.

Istri saya mengalami hal itu, terutama setelah kehamilan memasuki bulan ke enam dan ketujuh. Sudah mulali gejala yang dulu dialami sewaktu 3 bulan pertama muncul meski tidak separah dahulu. Istri mudah sekali merasa lela, denyut jantung sering tidak beraturan dan sesak napas. Ini adalah tanda-tanda gejala anemia. Gejala yang tidak bisa dibiarkan begitu saja karena bisa berakibat fatal pada ibu dan perkembangan janin. Anemia bisa berujung pada komplikasi kehamilan, pada bayi ia juga bisa berisiko prematur dan bayi denga berat badan lahir rendah (BBLR). Risikonya yang lebih parah adalah terjadi keguguran atau setelah lahir mengalami SIDS (Sudden Infant Death Syndrom), naudzu billahi min dzalik. 

Anemia berpotensi dialami oleh setiap ibu hamil. Maka oleh karena itu setiap ibu hamil harus secara rutin memeriksakan kehamilannya kepada petugas baik itu dokter kandungan atau bidan. Minimal diperiksa sekali dalam sebulan untuk mengontrol kondisi ibu dan janin. Tidak heran jika Kemenkes menjadikan pemeriksaan kehamilan (bahasa kerennya Ante Natal Care / ANC) sebagai salah satu indikator menuju Masyarakat Sehat (Germas).

Kami beruntung bisa diberikan kemampuan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin. Lalu pada bulan ketujuh dokter Teti melihat wajah istri yang begitu kelelahan dan pucat pasi, tes darah kemudian dilakukan. Hasilnya istri saya HB nya rendah sekali 6,7 dan tekanan darahnya juga rendah. Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan dokter menyarankan istri saya untuk melakukan transfusi darah, minimal 3 labu. 

Istri saya diberikan rujukan untuk dapat perawatan melalui skema BPJS/JKN melalui IGD. Di RS Permata Pamulang pasien obgyn melalui skema BPJS di IGD harus ditangani okeh dr Neni. Doi adalah dokter obgyn kedua yang menangani istri dalam kehamilan ini. 

Transfusi darah ini bukan hal menyenangkan karena harus diobservasi dan satu labu saja bisa memakan waktu paling kurang 1,5 jam. Akhirnya istri harus diopname lagi. Dokter awalnya meminta 3 labu, namun kemudian di tambah jadi 5 labu karena HB nya belum memenuhi batas aman 11. 



Kebiasaan Waktu Hamil
Untuk menjaga kondisi selama hamil asupan gizi ibu harus dimaksimalkan. Istri saya banyak minum madu dan makanan yang mengandung kalsium, seperti buah-buahan. Dulu buah mangga yang sering jadi langganan kami, kemarin sedikit kurang karena mangga belum masuk musimnya. Akhirnya diganti dengan melon atau buah naga. Dokter kandungan juga memberikan obat-obatan untuk membantu energi istri dari mulai asam folat dan suplemen lainnya.

Selain itu juga istri mengkonsumsi sari kurma seperti dulu dilakukannya waktu kehamilan Ali. Jika dulu itu cukup membantu mengurangi mual-mual, selain itu juga untuk menopang asupan gizi dan energi bagi ibu hamil. Istri juga rajin minum air kelapa muda. Tidak perlu dengan daging kelapanya, karena cairannya bagus juga untuk bayi dalam kandungan. Katanya bayi yang dilahirkan dari ibu yang sering minum air kelapa muda lahir lebih bersih. Ornag sunda bilang tapok di kepala bayi bisa bersih kalo sering minum air kelapa muda. 

Risiko Selalu Ada
Hingga bulan ke-8 masa-masa sulit kehamilan anak kembar kami sudah lewati dengan cukup baik. Meskipun istri sempat dirawat hingga 3 kali, namun dokter menyampaikan kondisi perkembangan bayi sehat dan bagus. Tinggal menghitung hari menuju persalinan yang ditnggu-tunggu. Dalam hati penuh harap semua berjalan lancar dari masa kehamilan, persalinan hingga pertumbuhan anak-anak kami nantinya.

Harapan kami bisa lahiran secara normal. Meskipun banyak dokter yang menyampaikan bahwa kehamilan kembar itu memang berisiko caesar. Namun kami sudah berusaha semaksimal yang kami bisa, untuk menjalani proses kehamilan dengan sebaik-baiknya.

Di akhir bulan Ramadhan, bertetapatan dengan bulan kedelapan kehamilan istri, aya kemudian memboyong istri ke Cipanas, Cianjur karena akan lahiran disana. Seperti kehamilan sebelumnya lahiran dekat dengan ortu memang membuat istri lebih nyaman. Saya juga lebih tenang karena tidak khawatir meninggalkan istri yang lagi hamil tua untik kerja. 

Kami meminta rujukan lahir ke dr Teti. Di Cianjur istri akan ditangani oleh dr Andi, seorang obgyn senior yang dulu membantu ibu mertua saya lahiran Dyah. Dr. Andi juga yang memeriksa kehamilan pertama istri saya dulu. Meskipun saat lahiran dibantu dr Hermawan. 

Dr Andi gayanya old school karena dokter senior mungkin ya, sehingga tidak terlalu bawel saat proses pemeriksaan. Memang sepertinya juga ada standar yang berbeda dengan dr Teti di Tangsel. Saat pemeriksaan dr Andi jarang memberi tahu kondisi berat bayi di dalam kandungan meski melakukan oemeriksaan USG. Saat istri saya mengeluh bengkak-bengkak di kaki, dia mengatakan tidak ada masalah apa-apa. "Posisi sudah bagus, kepala bayi sudah di bawah. Sekarang mah tinggal nunggu mules aja" begitu katanya. 

Kami memeriksakan kehamilan kurang lebih 4 kali ke dr Andi. Di pemeriksaan terakhir dia meminta istri saya tes darah untuk membantu dia diagnosis lebih akurat. Hari kamis istri diperiksa, hasilnya akan kami ambil beberapa hari kemudian. 

Lalu hari minggu sore, 16 Juli 2017, istri saya merasakan mulas tak terkira. Kemudian itu juga diikuti dengan bercak darah tanda oembukaan sudah mulai. Kami lalu memeriksakan keadaan istri ke bidan. Sudah pembukaan dua, namun tekanan darah istri cukup tinggi 140. Malam itu juga kami bergegas ke klinik bunda dr Andi.

Di klinik istri saya diperiksa dan diminta istirahat di kamar. Katanya mulesnya belum intensif, jadi harus ditunggu saja. Bidan jaga di klinik itu bilang jika lancar besok shubuh atau pagi anak kami diperkirakan sudah lahir. Istri dan saya berdoa sepenuh hati. Sebelum istirahat istri berlatih pernapasan dan gerakan-gerakan untuk memperlancar pembukaan. Saya bacakan beberapa surat dalam Quran di depan perut istri. Malam itu saya nggak bisa tidur, istri juga istirahatnya tidak terlalu maksimal.

Besoknya, Senin 17 Juli 2017, kami sempatkan untuk jalan-jalan ke alun-alun meskipun kaki istri membengkak dan sakit untuk berjalan. Niatnya sama, supaya pembukaan lebih cepat lagi. Saya ambil hasil lab jam 8 pagi. Dokter membacanya jam sembilan pagi. Pembukaan ternyata tidak bertambah, masih sama baru bukaan dua. Namun hasil lab ternyata tidak menggembirakan, hb istri rendah, tekanan darah tinggi hingga 180 juga trombosit istri kurang, hanya 97 ribu dari normalnya 130 ribu.

Setelah membaca hasil lab, raut wajah dokterAndi menyiratkan keraguan. "Karena gemeli dan kondisi yang seperti ini saya sarankan istri bapak dirujuk ke bandung atau jakarta, peralatan disini tidak memadai, harus dtangani di RS besar yang lebih lengkap" begitu ujarnya. 

Saya panik, namun mencoba untuk tetap tenang. Saya coba mencari solusi dari saran dokter tadi. RS Permata Pamulang tidak sanggup dan menyarankan dibawa ke RS yang lebih besar. Saya kemudian kontak dr Natsir dan bilang bahwa istri saya menunjukkan tanda-tanda pre Eclampsia. Akhirnya saya putuskan bawa istri ke RS Taman Puring dan meminta dr Natsir membantu persalinan.

Singkat kata, dalam kondisi pembukaan 2, istri diantar keluarga cipanas pergi ke Jakarta dalam perjalanan selam 6 jam. Di RSM Taman Puring istri langsung ditangani tim dengan sigap, setelah diobservasi selama 6 jam, diputuskan bahwa yang terbaik istri harus do caesar. Pagi 18 Juli 2017, kedua anak kami lahir dengan selamat pukul 7.26 dan 7.29 pagi.

Alhamdulillah meski dengan lika dan liku proses ini berjalan lancar. Kini anak kami sudah tumbuh dengan sehat. Istri saya juga sudah pulih meskipun kondisinya belum kembali 100% seperti sedia kala.

Hikmahnya
Pelajarannya yang pertama, bahwa berganti dokter selama kehamilan memang berisiko dan bisa menurunkan kualitas pemeriksaan. Istri saya ditangani oleh 5 dokter selama kehamilan ini. Perubahan yang sangat terasa tentunya saat beralih dari tangerang ke cianjur. Standar pelayanan di kota besar dan kota maju sangat berbeda, begitu pula pengetahuan dan treatment dokter senior yang sudah lama meninggalkan kampus dan dokter baru yang lebih update pasti berbeda. Ini sebetulnya terjadi di semua kasus. Maka sebagai seorang pasien kita memang harus bawel sebawel-bawelnya agar mendapat perawatan yang maksimal. Bawel beda sama ngeyel ya.

Pelajaran yang kedua, maksimalkan perawatan dengan sebaik-baiknya. Kalo bicara ibu hamil dan bayi kita bicara soal 1000 HPK (hari pertama kehidupan) dari bayi itu dimulai sejak dalam kandungan. Kita harus menjaga pertumbuhan bayi sejak dari dalam janin dengan memastikan kebutuhan nutrisi yang cukup bagi perkembangannya dan sang ibu. Masa di dalam kehamilan bahkan lebih penting daripada setelah lahir, karena di dalam rahim lah pembentukan organ dan cikal bakal pertumbuhan bayi nantinya. Ibarat sebuah komputer, masa hamil adalah masa merakit komputer dan memasang hardware yang sesuai dengan kualitas terbaik. Jika hardwarenya lemah maka diinstall software secanggih apapun tidak akan pengaruh malah akan rusak jika dipaksakan.

Akhirnya saya cukupkan dulu sharing soal kehamilan ini. Mohon doa agar ibu dan kedua bayinya selalu sehat dan dapat tumbuh dan berkembang dengan semaksimal mungkin. Amin.

Semoga bermanfaat.

Post a Comment

Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung