Perokok sebagaimana konsumen produk yang lain tentu memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sebagai konsumen perokok perlu mendapatkan hak dari industri terkait dengan penggunaan dan keamanan dalam mengkonsumsi produk. Karena setiap aktifitas konsumsi suatu barang akan memberikan pengaruh terhadap konsumen, dan konsekuensinya tentu hanya akan ditanggung oleh konsumen itu sendiri bukan oleh industri. Maka sudah menjadi kewajiban industri untuk memberikan informasi dan edukasi yang pantas bagi para konsumen produknya.

Disisi lain negara juga perlu mengatur dan memastikan bahwa setiap masyarakat mendapatkan informasi yang tepat dan jelas mengenai keamanan sebuah produk. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga dan melindungi kesehatan warga negaranya. Negara tidak bisa lepas tangan dari tanggung jawab ini.

Dalam konteks ini perokok selama ini selalu mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari produsen rokok (industri rokok) dan negara terkait dengan keamanan dan etika dalam melakukan aktifitas konsumsi rokok. Berikut ini beberapa hak perokok yang selama ini tidak dipenuhi oleh industri rokok dan pemerintah :



1. Konsumen berhak tahu Kandungan Sebuah produk
Setiap konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas atas kandungan produk yang dikonsumsinya. Hal ini untuk memastikan bahwa konsumen benar-benar mengerti konsekuensi yang akan terjadi setelah mengkonsumsi barang tersebut. Inilah alasan kenapa kita selalu melihat daftar konsistensi / ingredient dalam hampir setiap kemasan sebuah produk. Jika kita perhatikan setiap produk yang baik akan mencantumkan komposisi zat-zat yang terkandung di dalamnya. Bahkan produk yang memiliki kandungan sederhana pun tetap mencantumkan kandungannya misalnya seperti garam, gula dan lain sebagainya.

Namun industri rokok tidak melakukan hal ini. Sepanjang pengetahuan penulis tidak ada satupun bungkus rokok yang mencantumkan komposisi / kandungan zat yang terkandung dalam sebatang rokok. Informasi yang tertera sangat minim dan tidak substantif misalnta seperti jenis rokok apakah filter, kretek atau rokok putih, jumlah batang dan keterangan cukai. Tidak ada informasi mengenai zat kimia atau rempah apa saja yang terkandung dalam sebatang rokok. Hal ini tentunya merugikan konsumen rokok karena ia tidak mengetahui apa saja zat yang dikonsumsinya. Ga percaya? Silahkan cek bungkus rokok anda, apakah tertera komposisi produk rokok yang anda hisap?

2. Konsumen berhak tahu Bahaya / Manfaat / kegunaan sebuah produk
Konsumen juga berhak tahu kegunaan / manfaat dan bahaya mengkonsumsi sebuah produk. Apa sajakah manfaat produk tersebut dan apa saja bahaya yang dapat ditimbulkan oleh produk tersebut. Dalam beberapa produk selalau ada keterangan larangan pemakaian produk yang berbahaya atau harus dihindari oleh beberapa orang dengan kekhususan tertentu. Misalnya larangan konsumsi beberapa obat-obatan untuk bayi dalam usia tertentu, atau peringatan alergi dan lain sebagainya. Peringatan bahaya ini juga termasuk kadar yang aman untuk konsumsi barang tersebut. 


Namun hal ini juga tidak berlaku bagi industri rokok. Meskipun dalam bungkus dan iklan rokok dicantumkan tulisan “Rokok dapat menyebabkan Penyakit Jantung, Kanker, Impotense, Gangguan kehamilan dan Janin” namun ini belum cukup. Iklan peringatan konsekuensi di iklan rokok hanya ditempatkan kurang dari 5 detik di akhir setiap iklan rokok. Apakah 5 detik cukup untuk menyerap pesan peringatan ini? Tentu tidak!. Di bungkus rokok pun meskipun ada peringatan tapi bentuknya sangat kecil monoton dan tidak pernah diganti. Sehingga peringatan ini sama sekali tidak efektif. Sehingga sejauh ini Industri rokok tidak pernah memberikan edukasi kepada konsumennya mengenai bahaya dan level aman konsumsi rokok dengan baik.

Mungkin karena saking banyaknya potensi bahaya yang dapat ditimbulkan atau karena sama sekali tidak ada level aman mengkonsumsi rokok dalam level sesedikit apapun sehingga industri rokok memilih untuk tidak memberikan peringatan semacam itu. Namun jika ini yang terjadi, sebaiknya pemerintah harus mengatur dengan lebih ketat agar industri dapat memberikan edukasi yang pantas bagi konsumen produknya. Misalnya dengan memperpanjang durasi penayangan peringatan kesehatan di akhir setiap iklan rokok, atau seperti yang dilakukan di negara lain yaitu dengan mendukung iklan peringatan bahaya rokok dengan gambar, sehingga pesan peringatan dapat berpengaruh kepada perokoks ecara lebih efektif lagi.

3. Konsumen berhak mendapatkan perlindungan

Jika industri tidak mau memberikan edukasi yang benar kepada konsumen produknya, maka pemerintah wajib melakukan intervensi. Intervensi  dilakukan untuk melindungi dan mengurangi dampak yang akan diderita masyarakat dari bahaya mengkonsumsi produk yang membahayakan. Intervensi itu bisa dalam bentuk peringatan, edukasi ataupun mengenakan cukai.

Selama ini industri rokok tidak mengakui bahwa produknya membahayakan kesehatan. Meskipun berbagai penelitian kedokteran, ekonomi dan sosial sudah menunjukkan bahwa rokok itu membahayakan kesehatan. Saat ini intervensi yang dilakukan baru sebatas pengenaan cukai terhadap rokok meskipun penerapannya belum sepenuhnya ditujukan untuk megendalikan konsumsi. Namun dalam konteks peringatan dan edukasi bahaya rokok meskipun sudah ada tapi belum didukung dengan kebijakan yang lebih kuat. Hal ini bisa dilakukan dengan menayangkan secara terus menerus iklan layanan masyarakat mengenai bahaya rokok dan sifatnya yang adiktif dalam televisi, radio koran dan semua media massa.



4. Konsumen berhak mendapatkan dukungan untuk menikmati produknya dengan aman dan nyaman
Konsumen rokok juga berhak menikmati produknya dengan aman dan nyaman. Aman artinya konsumen benar-benar tahu konsekuensi yang akan dihadapinya sehingga ia bisa mengkonsumsi dengan penuh kesadaran akan bahaya dan manfaat produk yang dikonsumsi. Nyaman artinya ia bisa menikmatinya secara leluasa, bebas dari rasa bersalah dan tidak mengganggu orang lain.

Selama ini yang terjadi perokok sering merasa tidak nyaman dalam mengkonsumsi rokok. Hal ini karena aktifitas merokok dilakukan secara sembarangan dimana saja dan kapan saja tanpa mempedulikan orang lain. Sehingga perokok sering kali salah tingkah, salah waktu dan salah tempat saat melakukan aktifitas merokoknya. Sehingga banyak peorokok yang merokok di ruangan publik, di tempat pendidikan, di rumah sakit dan perkantoran karena mereka tidak tahu bahwa jika merokok di tempat-tempat tersebut maka aktifitas merokoknya kan mengganggu dan membahayakan orang lain. Hal ini terjadi karena perokok tidak diedukasi dengan baik mengenai dimana ia boleh merokok sebagaimana diatur dalam undang-undang kesehatan.

Salah satu solusinya adalah dengan mewujudkan sebuah kondisi dimana perokok mengerti dimana ia diperbolehkan untuk merokok dan dimana tempat yang dilarang. Dan ini perlu didukung dengan penginformasian yang tepat seperti adanya Larangan Merokok. Adanya peringatan mengenai larangan merokok membantu perokok untuk merokok dengan tanpa merugikan orang lain. Perokok akan tahu bahwa di tempat layanan kesehatan, tempat pendidikan, tempat ibadah, angkutan umum tidak diperbolehkan untuk merokok. Sementara jika ada peringatan maka non perokok pun dapat lebih leluasa memberitahukan dan menegur perokok untuk berhenti melakukan aktifitasnya.

Maka dalam konteks ini, penempatan kawasan dilarang merokok adalah sebuah intervensi yang dapat dilakukan oleh penyelenggara negara untuk membantu perokok dapat merokok dengan tenang dan aman dalam arti terbebas dari rasa bersalah meracuni orang lain yang tidak merokok dari asap rokok yang ia hisap.

5. Masyarakat berhak mendapatkan  bantuan untuk berhenti dari kecanduan zat adiktif
Saat ini pecandu narkoba disediakan oleh pemerintah layanan untuk berhenti dari kecanduan narkoba. Pecanduk narkoba yang meminta bantuan kepada pemerintah akan dilayani dan diberikan rehabilitasi untuk dapat berhenti dari kecanduannya. Namun tidak begitu dengan rokok. Padahal menurut beberapa penelitian merokok lebih mencandu daripada mariyuana, ganja, alkohol dan shabu-shabu sekalipun. Banyak orang yang berhasil berhenti dari zat-zat adiktif tersebut namun yang dapat berhenti dari kecanduan merokok hanya kurang dari 10 %.

Saat ini jumlah data resmi pecandu narkoba di indonesia sekitar 5,8 juta orang (kompas.com). sementara jumlah perokok di Indonesia adalah 60,4 juta orang. Ini berarti jumlah perokok 12 lipat dari jumlah pecandu narkoba. Sehingga seharusnya pemerintah menyediakan lebih banyak klinik dan layanan untuk berhenti merokok daripada klinik layanan berhenti dari narkoba. Karena banyak orang yang ingin berhenti merokok namun ia tidak mendapatkan bantuan yang layak untuk melakukannya.


Inilah beberapa hak dan kewajiban industri dan pemerintah bagi perokok yang selama ini belum dijalankan dengan baik. Maka untuk memastikan dan melindungi hak konsumen, pemberian informasi yang jelas di bungkus rokok dan media massa adalah sebuah keharusan agar perokok dapat mensikapi dan melakukan aktifitasnya dengan baik dan benar. Termasuk mendukung mereka untuk mengurangi dan berhenti dari kecanduan zat adiktif. 

Post a Comment

Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung