Akhir-akhir ini kita sering dengan mudah mendapati seseorang menuduh orang lain dengan sebutan komunis, syiah atau antek cina. Meksi dalam penyebutannya berbagai sebutan itu memiliki konteks dan konotasi yang berbeda-beda, namun secara niat sama-sama untuk menunjuk orang lain bagian dari kelompok lain atau faham tertentu.

Beda faham dan gaya kemudian sedikit-sedikit orang dilabeli dengan sebutan kelompok tertentu. Saya jadi ingat dulu waktu kecil, kalo nakal sedikit atau bengal melawan orang tua, bapak selalu bilang 'rek jadi naon maneh teh rek jadi Yahudi?' (kamu mau jadi apa? mau jadi bangsa Yahudi?). Sebutan Yahudi begitu mudah keluar jika seseorang itu dianggap bengal atau susah diatur. 

Yahudi dalam minda kami sebagai muslim identik dengan ayat Quran dalam Al Baqarah terkait perintah menyembelih sapi. Dalam rangkaian ayat itu diceritakan bahwa Kaum Yahudi selalu mbalelo dan malasa-malasan, intinya mereka tidak mau menjalankan perintah tapi dibungkus dengan berbagai pertanyaan. Dalam ayat tersebut, Nabi Musa pada awalnya hanya meminta menyembelih sapi, tapi kemudian dijawab dengan berbabagi pertanyaan yang pada akhirnya membuat perintah itu semakin dipersulit dengan spesifikasi yang lebih banyak.

Nah saat sekarang ini fenomena ini terjadi lagi dalam bentuk dan konteks yang berbeda. Namun sebutannya bukan Yahudi tapi sebutan stereotype yang lain seperti antek komunis, antek china atau dalam bahasa agama, disebut syiah atau liberal jika ada hal yang tidak sesuai dengan pemahaman kita.

Mudahnya menyebut dan menyimpulkan ini juga didorong dengan membanjirnya informasi dari internet yang belum terverifikasi. Lebih jauh banyak info itu yang merupakan berita bohong atau hoaks. Orang begitu mudah mengeshare dan membagikan tautan atau artikel yang isinya belum tentu terverifikasi. Atau bahkan link yang tidak dibacanya sekalipun. Langsung dibagi-bagi ke semua media sosial yang dimiliki. Jika kemudian informasi itu ternyata ada yang klarifikasi atau sudah ketahuan bohong, maka tinggal berkilah, owh saya cuma dapat dr grup sebelah.

Hal ini bisa sangat berbahaya jika ada dalam kondisi yang tidak stabil. Pelabelan gelar tertentu kepada seseorang bisa berakibat fatal apalagi jika gelar yang disematkan berbau negatif. Sebagai contoh pelabelan komunis bisa berbuntut penghakiman massa dan kematian jika itu terjadi di masa lalu. Banyak laporan internasional menunjukkan ada lebih dari 600 ribu hingga satu juta orang yang dibantai tanpa pengadilan karena dicap sebagai komunis. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kehebohan cap 'dukun santet' pada awal masa reformasi. Banyak diberitakan orang yang dicap sebagai dukun santet kemudian dihakimi massa bahkan sampai dibunuh. Padahal ia belun tentu terbukti bersalah.

Kejadian seperti ini sebetulnya juga terjadi berpuluh tahun yang lalu di masyarakat Barat. Jika anda pernah nonton film Hansel and Gretel versi terbaru disana digambarkan bahwa pada zaman dahulu orang Barat juga pernah berada pada masa dimana mereka mudah sekali menghakimi orang dengan label penyihir, tukang tenung dan cap-cap negatif lainnya. Dalam film itu disebutkan seorang gadis bisa dengan mudah diarak keliling kampung, dipukuli, dilempari batu karena ia dituduh sebagai cenayang atau wanita penyihir. Jika ditarik dan dibandingkan fenomena ini mirip-mirip yang terjadi saat ini.

Banyak orang menuduh si A atau si B adalah antek syiah atau PKI dan kemudian selesai dengan meminta maaf jika tuduhannya salah. Padahal satu tuduhan bisa menghancurkan orang dan citranya dengan sangat massif. Apalagi dalam massa internet dan social media seperti sekarang ini. Karena stereotype itu berita buruk yang akan menyebar dengan sangat mudah. Kabar buruk berlari dan menular dengan sangat cepat, lebih cepat dari kabar baik atau berita klarifikasinya.

Oleh karena itu mari kita berhati-hati dengan tidak mudah melabeli orang dengan sebutan tertentu. Apalagi dengan menyebar berbagai kabar burung dan berita palsu atau hoaks. Saat ini kita harus belajar memilah dan memilih informasi yang akan dibagikan kepada orang lain. Dengan terlebih dahulu bertanya apa betul isi dari sebuah berita? Siapa sumber beritanya? Bisakaha dipercaya?Apa ada gunanya? Bagaimana reaksi orang dan perlukah dishare dan diketahui orang banyak?

Karena seperti dalam teori hukum, lebih baik melepaskan penjahat, daripada menghukum orang yang tidak bersalah. Begitu pula kita bisa belajar soal ini dengan tidak mudah melabeli orang dan menuduh macam-macam. Karena ghibah saja sudah berbahaya, apalagi Fitnah.

Post a Comment

Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung