Berjalan-jalan di kota Paris semestinya tidak terlalu sulit. Sistem kereta massal cepat (mass rapid transport) terintegrasi dengan bis menyambungkan berbagai belahan kota paris. Dalam satu atau dua jam sebetulnya kota paris bisa kita kubek, meskipun hanya melalui terminal dan stasiun, istilah kata ebiet G Ade dari terminal ke terminal ke halte dlsb. Dari tempat kedatangan di bandara Charles De Gaule kita bisa naik ke lantai 3 untuk menuju stasiun kereta. Di sana di stasiun kereta bandara kalo bingung beberapa kita bisa ke beberapa sisi yang dilengkapi pusat informasi untuk membantu turis biar tidak kasarung kayak lutung, atau tersesat di kota orang lain. Banyak sekali peta yang bisa kita pelajari dan petugas yang bisa kita tanyai.

Tiket kereta yang terintegrasi bisa kita beli di mesin-mesin tiket dengan menggunakan uang kertas atau koin, atau bisa juga pake kartu ATM atau kartu kredit. Pilihannya bisa beli tiket terusan untuk beberapa perjalanan naik turun kereta (multu trip) atau tiket satu kali jalan (single trip). Biasanya harga tiket sekali jalan lebih mahal dibanding tiket terusan. Misalnya di Paris tiket naik kereta untuk satu kali jalan seharga 1,7 euro sementara untuk tiket terusan bisa digunakan naik turun dll harganya 13,7 euro.




Di stasiun bandara CDG Paris itu ada kereta yang menuju ke pusat kota dan ada kereta cepat yang menghubungkan paris ke kota-kota sekitarnya atau Perancis dengan negara lain, kereta ini disebut dengan TGV. Pertama kali naik ke kereta dalam kota ketemu orang yang berlagak seperti kondektur meminta orang-orang untuk hop on ke dalam kereta namun sambil memberitahu ke mana kereta ini akan menuju. “Paris, paris, bapak ibu silahkan naik kereta ini menuju paris!” kira-kira tidak begitu lha kan pake bahasa perancis. Saat saya tanya ini menuju ke menara Eiffel dia bilang “iya!”, dan menunjukkan bahwa kita bisa kesana dan stasiun yang dituju. Namun ada yang aneh dengan orang ini, kita sebut aja dia Jean Kedul (baca Jang Kedul) seperti petugas tapi tidak memakai seragam. Dandananya lebih mengingatkan saya kepada rapper putih Eminem dari Amerika, jauh dari kesan seorang petugas resmi Kereta Api atau Ignasius Jonan, yang menteri itu lho (secara pakaiannya mantan dirut PTKAI). Dan keheranan saya terjawab karena si Jean Kedul ini memang bukan petugas resmi, tapi dia bisa disebut sebagai preman insyaf lah. Karena setelah menunjukkan stasiun mana kita harus turun di berkeliling ke seisi gerbong dengan membuka kupluknya, persis seperti pengamen yang sudah serak karena nyanyi dua album. Ternyata doi ngobyek hehehe.

Setelah sekitar 3 menit kereta melaju, seorang lelaki paruh baya naik lagi, di kemudian berdiri di depan pintu dan mengeluarkan alat musiknya. Dia menyanyikan beberapa lagu klasik dengan cukup baik, membuat suasana perjalanan menuju pusat kota Paris lebih berwarna. Ya anda benar, bapak ini ternyata pengamen. Yang dinyanyikan bukan cinta satu malam, wer kewer kewer atau lagi sakitnya tuh disini sperti di kereta-kereta kita jaman dulu. Tapi lagu-lagu klasik dan lagu-lagu berbahasa Spanyol. Dan keberadaan pengamen ini saya temukan dalam beberapa kesempatan naik kereta selanjutnya di Paris. Ternyata hal itu adalah hal yang biasa. Ada pengamen juga di Paris hehehe. Sebagai apresiasi saya ga kasih koin atau duit, tapi saya kasih aja jatah sarapan di pesawat Air France.

Peta Jalur Metro Kota Paris
Dari stasiun Charles De Gaule yang merupakan ujung jalur B (jalur warna biru muda) di bandara saya berhenti di stasiun Chatelet Les Halles untuk pindah ke jalur A (line warna merah). Menyebut nama stasiun terakhir ini bisa bikin lidah tikosewad, tapi dibacanya simple saja Syate Lealle (menurut telinga saya). Tulisan dengan ucapannya sangat tojaiah.

di depan Louvre Museum
Di Arc de Triomphe, Paris
Rencana awal tadinya mau berkunjung ke Parc Des Prenc stadion kandangnya Paris Saint Germain, namun apa daya karena tragedi poster hilang, akhirnya waktu saya yang memang terbatas sudah berkuang karena kukulintengan di dalam bandara. Akhirnya saya langsung menuju ke Menara Eiffel, landmark yang paling masyhur dan tujuan utama semua wisman kalo ke Paris. Dari Stasiun Syatte saya susuri metro jalur merah ke stasiun Charles De Gaulle Etoile lalu pindah ke metro jalur 6 (warna hijau muda) untuk menuju stasiun Bir Hakim, tempat pemberhentian yang mau ke Eiffel.

Dan ada pemandangan yang unik saat menuju kesana karena di Paris tidak semua kereta disebut metro, sebutan yang jamak di eropa untuk menyebut MRT tapi juga ada bus seperti gambar di bawah ini. Karena memang itu adalah bus kereta, disebut bus karena memang pake roda atau ban seperti bus-bus biasanya tapi itu juga disebut kereta karena pake rel seperti kereta.

Dari Menara Eiffel yang menjadi saksi kisah cinta Samuel Reza dengan Shandy Aulia (film tahun berapa ya, berasa tuanya). Saya kembali lagi stasiun Charles De Gaule Etoile untuk menuju ke Jalan Raya Champ Elysess. Ini adalah jalan utama yang sangat terkenal karena banyak sekali tempat bersejarah di jalan ini. Dari mulai Arc de Triomphe, Place De La Concorde terus nyambung ke dekat Museum Louvre. Namun ya anda jangan berharap saya bisa menjelaskan apa isi di beberapa tempat itu. Karena saya mah kesana cuma sa elal-sa elol saja. Waktu yang ada tidak cukup untuk menikmati keindahan kota penuh seni ini. Arsitektur peninggalan masa kejayaan Napoleon atau Charles De Gaule dan landmark-landmark lainnya yang edun. Karena alasan waktu dan juga doku, saya memang berencana berkunjung kesana untuk masuk dan eksplorasi lebih dalam. Ya cukup foto-foto aja lah hahahaha buat bukti kalo pernah kesana. Lihat aja foto-fotonya nih. Rencananya memang seperti itu berhubung dalam hanya 7 jam di darat saya harus sudah balik lagi ke bandara untuk penerbangan selanjutnya menuju Barcelona.


My Impression
Cuma ada kesan yang sangat kuat jika melihat kondisi jalan-jalan dan bangunan tentang bagaimana mereka mengatur diri dan kotanya. Semuanya terkesan sangat teratur dan dipikirkan serta terencana secara jauh. Jalan-jalan rapi dan publik transportasi yang membuat kita juga mau berjalan kaki jauh-jauh. Karena di Indonesia sudah terbiasa naik motor kemana-mana plus karena memang berat badan kayaknya sudah terlalu berat, beberapa kali rasanya kepayahan untuk mengeksplor jalan-jalan itu dengan berjalan kaki. Pegel-pegel euy.
Depan Toko Resmi PSG di Champ Elyses

Mungkin karena memang usia kota-kota ini sudah sangat tua ya. Paris didirikan pada abad ke-3 sebelum masehi yang berarti sekarang sudah berumur 20 abad lebih. Sehingga semua tertata rapi dengan perencanaan yang sangat matang dari segi tata kota dan yang lainnya. Namun yah memang dalam soal manajemen itunya mah kita sudah jauh tertinggal dan semoga kita doakan pemerintah saat ini bisa menyusul sedikit demi sedikit.
Namun diluar penataan yang sudah cukup bagus sebetulnya ada satu yang kurang yang mungkin masih bisa ditemui di negara kita dibanding di paris atau negara-negara eropa. Ramah tamah!. Jika kita berjalan-jalan disini jangan harap dapat dengan mudah bisa ketemu orang yang mau diajak untuk ngobrol atau say hello atau lain untuk sekedar berbasa-basi. Semua orang dingin dan sibuk dengan urusannya masing-masing. Mungkin karena itu kita dianggap bangsa yang ramah karena kita suka berbasa basi, meskipun kadang busuk hehehe.

Post a Comment

Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung