Ni ada hasil terjemahanku dari salah satu buku tentang Community Development, kalo mampir kesini lumayan bisa dibaca buat tambahan info, hehehe
Resume Buku

Judul : Community Development ; community-based alternatives in an age of globalisation
Penyusun : Jim Ife
Penerbit : Cath Godfrey

Bab V
Change from Below (berubah dari bawah)
Inti gagasan dari Community Development adalah perubahan dari bawah. Idenya adalah bahwa komunitas lebih tahu apa yang mereka butuhkan dan bagaimana cara memenuhinya, serta harus lebih bergantung kepada dirinya sendiri. Ide ini secara retoris mudah untuk diucapkan, namun pada prakteknya memerlukan perubahan yang radikal dan cara berpikir (mindset) yang eksterm. Dan ini bertentangan dengan Cara pandang dominan yang ada dalam pembuatan kebijakan dan berbagai manajemen program yang ada saat ini terutama dalam tradisi Barat. Inilah yang kemudian menjadi penyebab kegagalan berbagai program community development selama ini. Karena ide perubahan dari bawah ini akan bertentangan dengan sejumlah asumsi yang sudah ada saat ini dan diterima begitu saja (taken for granted) dan berbagai kepentingan kekuasaan. Maka pembahasan ini membahas seputar menghargai pengetahuan lokal, kebudayaan lokal, sumber daya lokal, kemampuan lokal, dan proses lokal. Setelah itu empat teori tradisi akan memberi kerangka teoritis dalam ide perubahan dari bawah (anarkisme, pos-kolonialisme, pos-modernisme, dan feminisme).


Menghargai Pengetahuan Lokal
Seorang pekerja komunitas sering tergoda untuk bertindak sebagai ‘ahli’. Memang ia memiliki kahlian tertentu, namun memberikan keistimewaan pada keahliannya untuk kemudian mendevaluasi (tidak menghargai) pengetahuan lokal adalah bertentangan dengan Community Development itu sendiri.

Menghargai pengetahuan lokal adalah salah satu kunci Community Development. Secara singkat hal ini bisa diringkas bahwa “Komunitas tahu apa yang terbaik”. Anggota komunitas memiliki pengalaman mengenai komunitasnya, tahu kebutuhan dan masalah, kekuatan, kelemahan dan karakter khusus dari komunitasnya. Tugas dari pekerja komunitas adalah untuk mendengarkan dan belajar dari komunitas bukan untuk memberitahu apa kebutuhan dan masalah mereka.

Tidak seperti insinyur yang ahli dalam masalah konstruksi (bangunan) ia mendapatkan keahliannya dari kursus atau pendidikan formal. Maka ia mengethui bagaimana cara membangun bangunan yang kuat, tahan gempa dan tahan lama, ini adalah pengetahuan yang universal. Meskipun ia juga harus mengetahui pengetahuan local seperti ketinggian dan karakter tanah setempat. Namun pengetahuan lokalnya tidak dominant dalam pekerjaannya.

Sementara pekerja komunitas harus mendasarkan usahanya dari pengetahuan local. Karena dalam pengethuan local, outsider bukanlah seorang expert (ahli). Seorang pekerja komunitas yang baik akan mencari untuk menghargai dan memvalidasi pengetahuan local, ia akan mendengarkan dan belajar, dan tidak akan menganggap keahliannya bias memberikan sebagian atau seluruh jawaban dari permasalahan.

Beberapa factor yang bias mendevaluasi pengetahuan local adalah diantaranya
  1. identitas personal seoseorang bias mendevaluasi pengetahuan local. Karena kualifikasi professional seseorang secara tidak langsung mengandung ide tentang ahli dan keahlian.
  2. Cara memahami ilmu dengan paradigma positivist. Paradigma positivis memahami pengetahuan itu sebagai objektif, saintifik, dapat diverifikasi, dan terukur. Ia memahami pengetahuan sebagai independent dari konteks dan berlaku valid secara universal. Hal ini membuat kita lupa bahwa ada bentuk pengetahuan lain yang mungkin dan dikembangkan secara konteks local.
  3. Kebiasaan organisasi top-down. Kebanyakan organisasi top-down merefleksikan asumsi bahwa yang memiliki jabatan diatas itu lebih dibanding jabatan di bawah. Lebih dari segi otoritas dan lain-lainnya. Asumsi ini bias mendevaluasi pengetahuan local.
Asumsi lain yang bias menghambat proses community development adalah asumsi yang biasa dimiliki oleh para pejabat, birokrat dll bahwa mereka mengetahui apa yang terbaik bagi public. Hal ini mendevaluasi asumsi bahwa komunitas itu lebih tahu yang terbaik bagi mereka sendiri.

Mudahnya pengetahuan local terdevaluasi juga bias dilihat dari mudahna masayarakat dalam menggunakan jasa konsultan dari luar sebagai langkah pertama dalam menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan asumsi bahwa tidak ada orang dalam yang memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk memperbaiki masalah, memmakai ahli dari luar untuk menyelesaikan maslaah sama saja dengan mengasumsikan permasalahan sebagai permasalahan universal bukan permasalahan local. Namun ini juga bukan berarti bahwa konsultan dari luar tidak bias diterima sama sekali. Namun konsultan dari luar bukanlah pilihan/langkah pertama dalam menyelesaikan perosalan. Bahwa pemberdayaan komunitas tidak bergantung pada ahli dari luar lebih dari yang dibutuhkan.

Prinsipnya yang penting adalah mengenai sharing knowledge (berbagi pengetahuan) artinya semua saling belajar satu sama liannya antara anggota komunitas dengan pekerja komunitas tentang keahlian, kebijakan, pengetahuan masing-masing. Sehingga semua bias bekerjasama an melangkah dengan aksi yang seharusnya/sesuai dengan kebutuhan.

Menghargai Kebudayaan Lokal
Budaya local bias tererosi karena kesalahan penempatan nilai dominant dari luar. Dan bias saja pekerja komunitas menjadi bagian dari ersoi ini. Asusmsi bahwa ia tahu cara terbaik, apa yang penting, apa yang benar, cara berkomunikasi, posisi perempuan, cara terbaik membesarkan anak, peran keluarga dan masalah kebudayaan lainnya bias bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut komunitas. Karena jika ia tidak bias menghargai dan bekerja sesuai dengan budaya local, maka usahanya dalam melakukan Community Development tidak akan berhasil

Namun menghargai dan bekerja dengan kultur local juga bukan berarti semua konsep dan praktek budaya tersebut secara begitu saja. Karena ada budaya local yang tidak sesuai dengan pandangan prisnip-prinsip hak asasi manusia seperti merendahkan perempuan dan budaya lain yang bertentangan seperti budaya memperbolehkan minuman keras yang berakibat terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak-anak.

Maka pekerja komunitas harus memahami dengn jelas mengenai pandangan hak asasi manusia agar ia bias membedakan mana budaya yang bertentangan dengan konsep dan prektek hak asasi manusai atau hanya sekedar perbedaan budaya antara budaya pekerja komunitas tersebut dengan budaya komunitas. Maka yang terakhir pekerja komunitas harus bias menerima budaya komunitas yang berkembang saat itu.

Adapun jika budaya local yang ada bertentangan dengan prisnip-prisnip hak asasi manusia maka ia bias saja mengambil posisi melawan (konfrontasi) dengan resiko usahanya akan ditolak oleh komunitas. Namun ada dua hal yang perlu diingat bahwa; budaya itu tidak statis, ia selalu berubah dan tantangan bagi pekerja komunitas adalah bagaimana membantu komunitas melewati perubahan budaya itu dengan cara yang reflektif dan berkembang, dan bahwa budaya itu tidak monolitik. Suatu budaya dominant dalam sebuah komunitas belum tentu disetujui dan dilakukan oleh semua anggota komnitas tersebut.

Poin penting dar pembahasan ini adalah bahwa budaya local itu sangat Penting bagi komunitas. Maka penting bagi pekerja komunitas untuk memahami dan menerima budaya local dan jika mungkin memvalidasi nya dan bekerja dengan kebudayaan itu.

Menghargai Sumber Daya Lokal
Salah satu poin penting dalam Community Development adalah prinsip kemandirian yang diambil dari prinsip keberlangsungan ekologis. Artinya komunitas itu bergantung kepada sumberdaya mereka senidri dan tidak tergantung kepada sumberdaya yang disediakan secara eksternal.

Budaya community development di berbagai belahan dunia ini masih jauh dari konsep kemandirian. Usaha community development masih tergantung kepada dan dari negara atau atau funding. Diperparah lagi dengan mentalitas para pekerja komunitas yang mengandalkan dana (grant) dari dari funding luar.

Ketergantungan terhadap funding dari negara dalam jangka pendek mungkin diperlukan. Namun tujuan dari Community Development adalah kemandirian. Karena ada dua alasan kenapa ketergantungan terhadap funding negara itu harus dihindari adalah pertama, kehilangan otonomi dan indpenedensi, kedua¸ kesejahteraan negara itu tidak langgeng. Maka jika sebuah komunitas tidak bisa bebas dari ketergantungan ini, ia tidak akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang.

Untuk mencapai kemandirian ini maka pekerja komunitas dan kelompok masyarakat harus mengeksplor kemungkinan untuk mengembangkan dan menggunakan sumber daya lokal dengan kreatif dari mencari sumber daya dari luar. Sumber daya disini mencakup berbagai hal –termasuk skill, personil, keahlian, tanah dan bangunan- tentunya juga sumber daya finansial yang sangat mempengaruhi kesuksesan sebuah proyek. Maka aspek ekonomi dalam pengembangan komunitas sangatlah penting untuk kemandirian ini.

Menghargai Kemampuan Lokal
Salah satu aspek yang perlu mendapat penekanan khusus dalam menghargai sumber daya lokal adalah menghargai skill lokal. Kemampuan lokal lebih cocok daripada menggunakan ahli dari luar karena mereka lebih mengakar di masyarakat. Poin penting dari menghargai kemampuan lokal berarti memberdayakan bukan tidak memberdayakan. Caranya adalah dengan menginventarisir skill orang-orang yang ada di masyarakat. Dengan menggunakan kemampuan lokal, berarti menghargai orang lokal, memberikan kesempatan untuk memberikan kontribusi berarti dan memperkuat tingkat kemandirian dna modal sosial di dalam masyarakat sendiri. Pmeberdayaan masyarakat juga tergantung pada penggunaan kemampuan lokal untuk membantu proses pemberdayaan. Dan berbagi pengetahuan sangat penting tidak saja dari pekerja komunitas kepada masayarakat tapi juga dari masayrakat kepada pekerja komunitas.

Menghargai Proses Lokal
Proses yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat tidak perlu diimpor dari luar, karena mungkin saja ada proses lokal yang lebih dimengerti dan diterima oleh anggota masyarakat (McCowan 1996). Godaan bagi pekerja komunitas adalah menerapkan teknik yang sudah dipelajari di buku, di kampus atau pernah berhasil dalam konteks yang berbeda. Hal ini mungin berhasil, namun tidak jarang pula malah menjadi proses devaluasi komunitas itu sendiri. Misalnya dalam menentukan tempat, waktu, cara dan proses dalam mendiskuiskan sebuah maalah, pekerja komunitas haru mencari tahu bagaimana tradisi sebuah masayarakat biasa menyelesaikan masalahanya. Dan proses yag terjadi di lokal sangat bervariasi dan berbeda-beda. Cara yang dipake seorang pekerja komunitas bisa saja membatasi dan membuat tidak nyaman anggota komunitas. Memahami proses lokal bukan berarti mnenerima begitu saja, namun intiny adalah untuk memamahi mereka dan untuk mengetahui dari mana bisa memulai pekerjaan.

Bekerja Dalam Soldaritas
Beberapa hal yang telah didiskusikan diatas menekankan prinsip terpenting dalam pengembangan komunitas yaitu bahwa pengalaman masyarakat harus diakui dan digunakan sebagai titik awal bagi seorang pekerja Komunitas (Haug 2000). Pekerja Komunitas harus belajar untuk mundur, memperhatikan, mendengarkan, bertanya daripada memberi jawaban, belajar dan mengerti. Pekerja komunitas mesti mengakui bahwa anggota komunitas lebih mengetahui masalah. Dan proses pengembangan komunitas adalah milik masayarakat bukan milik pekerja komunitas.

Komponen kunci dalam pengembangan komunitasa dalah ide untuk bekerja dalam solidaritas dengan anggota komunitas tersebut. Maka pekerja komunitas tidak berdiri sendiri karena mereka harus mengetahui bagaimana kebiasaan, tujuan, cara dan keinginan masayarakat. Sehingga hasilnya pekerja komunitas bergabung dengan perjuangan masyarakat dan menuju arah yang sama. Pekerja komunitas tidak bekerja untuk, bagi atau atas nama masyaarakat namun bekerja bersama Masyarakat. Halangan yang bisa menghambat adalah jika merasa sebagai ahli dan paradigma organisasi/donor yang top-down, menekankan pada akuntabilitas yang struktural dll. Halangan ini harus ditanggulangi jika ingin sebuah proyek pengembangan komunitas ingin berjalan secara efektif.

DASAR TEORI DAN IDEOLOGIS UNTUK PERUBAHAN DARI BAWAH
Beberapa dasar teori dan ideologi mengenai perubahan dari bahwa adalah pluralisme, sosialisme demokratis, anarkisme, post-kolonialisme, post-modernisme dan feminisme.

Pluralisme
Secara sederhana seorang yang pluralis mengakui bahwa ada perbedaan kepentingan di masayarakat, dan bahwa kekuasaan tidak terpusat di satu lokasi namun tersebar diantara berbagai kelompok yang berbeda. Seorang pluralis ideologis akan memperjuangkan pemerataan kekuasaan, karena kekuasaan yang terpusat adalah berbahaya. Kepentingan masyarakat yang terbaik akan tercapai apabila kekuasaan tidak terkonsentrasi di kelompok tertentu. Karenanya desentralisasi, kemandirian dan perubahan dari bawah sangat cocok dengan pluralisme. Seorang pluralis tidak mempertimbangkan faktor struktural seperti kelas, jender, dan rasa/etnisitas dan memperlakukan berbagai kelompok kepentingan secara setara dan menolak status quo.

Pluralisme memberikan kerangka yang populer dan penting untuk oposisi bagi kearifan konvensional rasionalisme ekonomi dan konsentrasi kepemilikan media, monopoli modal dan manajerial pemerintahan. Karena ia diguanakan untuk mengadvokasi keberagaman tanpa membela perubahan fundamental pada tatanan ekonomi, sosial dan politik. Ia membaiarkan struktur dasarnya tidak tersentuh. Karena ia merepresentasikan bentuk oposisi yang legitímate dan bisa diterima untuk media mainstream. Dan untuk yang lainnya dengan kepentingan untuk mempertahankan tatanan yang tela hada yaitu kekuasaan. Namun ia gagal memberikan kerangka yang cukup untuk transformasi sosial, ekonomi dan politik yang sempat dibahas sekilas di bab awal. Dan tidak bisa diterima sebagai dasar yang cukup untuk mengembangkan alternatif berbasis komunitas yang menyelesaikan agenda keadilan ekologis/sosial. Mekipun keduanya sama-sama melegitimasi dan mendukung keberagaman, pluralisme adalah ide bagus dalam pengembangan masyarakat, namun berdasar perspektif buku ini dibutuhkan sesuatu yang lebih jauh.

Sosialisme Demokratis
Justifikasi idologis yang lebih kuat datang dari aliran pemikiran demokratik sosialis yang menekankan partisipasi dan perkembangan secara bottom up dari alternatif sosialis. Hal ini berbeda dengan pandangan para pengikut Stalin yang yang menekankan pada pemberlakuan ekonomi sosialis dari bawah dan mendukung pengaturan dan perencanaan secara terpusat.

Seiring dengan menguatnya kekuatan modal transnasional maka kekuasaan negara semakin berkurang. Negara semakin tak berdaya dan diatur oleh kekuatan modal tersebut. Maka pemerintah lebih patuh pada keinginan modal daripada keinginan para pemilihnya. Hal ini dapat terlihqt pada ketidakmampuan pemerintahan sosialis untk melaksanakan program sosialis moderat mereka bahkan hanya untuk sekedar mengurangi kenesnjangan golongan. Maka mereka tidak memiliki pilihan kecuali mengikuti kebijakan keuangan seperti yang diinginkan para pemodal (seperti deregulasi, pengurangan subsidi, privatisasi dll).

Dalam hal ini maka pemerintahan sosialis tidaklah terlalu penting. Karena dari kacamata hubungan internasional pemerintah seperti gubernur atau bupati bisa saja juga merupakan korban atas kesenjangan dan ketidakseimbangan. Yang lebih penting adalah melihat pada perjuangan lokal. Karena pada tingkat lokal ini, kekuatan modal transnasional tidak berpengaruh kuat. Jika mereka bisa mempengaruhi kebijakan ekonomi negara, maka ia tidak bisa mempengaruhi secara langsung pada interaksi sosial. Meskipun ada pebngaruh dari hegemoni media untuk hidup dalam cara teretentu, namun tekanan kepada individu tidak ada, tidak seperti tekanan kepada pemerintah yang begitu kuat.

Maka dalam perspektif ini mengembangkan struktur berbasis komunitas yang kuat lebih tepat untuk mencapai masyarakat sosialis demokratis daripada perjuangan melalui parlemen (shannon 1991). Karena hal ini emungkinkan masayarakat untuk menguasai alat produksi, meskiupun produksi yang lebih lokal. Kapitalisme lebih dapat dilawan di tingkat lokal daripada tingkat negara.

Anarkisme
Meski Ppmikiran Anarkis mungkin tidak dianggap sudah menempati posisi mainstream pada pemikiran radikal abad 20, namun ia memiliki sejarah panjang sebagai dasar untuk oposisi terhadap tatanan yang sudah mapan (Marshall 1992ª). Meskipun pandangan umum mengenai anarkisme sering disamakan dengan ketidakbertanggungjawaban, gangguan terhadap relasi sosial atau bahkan terorisme, dan menolak menyesuaikan dengan filsafat politik yang sudah dipercaya dan resmi pada kenyataannya tulisan anarkis telah jauh bergeser dari stereotip ini (Ward 1988, Woodcock 1977; Marshall 1992ª; Carter 1999). Sebaliknya, teori anarkis memiliki tradisi intelektual yang kuat dan sangat konsisten dengan perspektif ekologis dan keadilan sosial yang dibahas pada bab-bab sebelumnya.

Secara sederhana, posisi anarkis berlawanan dengan hierarki, otoritas dan intervensi negara kepada kehidupan masayarakat. Ia berpandangan bahsa daalam kondisi bebas dari dominasi semacam itu, masyarakat lebih senang bekerjasama secara sukarela satu sama lain, bertentangan dengan pandangan konvensional yang menyatakan bahwa otoritas adalah penting untuk memperthanakan kontrol (Kropotkin 1972). Karenanya ketiadaan relatif hierarki dan kendali terpusat dianggap sebagai prakondisi untuk pembentukan kontrak sosial yang efektif (Ward 1977) keadaan dimana masyarakat mampu mencapai kehidupan yang lebih memuaskan dan berkecukupan. Pandangan ini menjungkirbalikkan banyak pandangan umum mengenai keinginan kepada struktur pusat yang terkoordinasi dan terencana (baik itu urusan negara dan pribadi) dan pembuatan kebijakan secara terpusat. Inilah yang memebrikan kerangka menarik untuk memahami mengapa begitu banyak struktur dan proses tradisional selalu tidak berjalan dengan baik.

Buku Social Ecology karya Murray Bookchin (1990, 1991), yang sangat berpengaruh terhadap Gerakan Hijau, menggambarkan dengan baik mengenai analisa anarki. Bagi Bookchin, dominasi terhadap masayarakat oleh organisasi yang hierarkis adalah sumber sumber krisis ekologis. Pemikiran Anarkis juga memepengaruhi penulis lain yang tertarik dengan pembentukan ekonomi lokal (Dobson 1993). Gagasan bahawa "Kecil itu Indah" sejalan dengan pemikiran anarkis, juga gerakan untuk mengembangkan teknologi, struktur, ekonomi dan produksi serta pembuatan keputusan dengan tingkat yang lebih manusiawi adalah tema utama para penulis berhaluan anarkis. Para penulis menganai Pengembangan Komunitas sedikit terpengaruh oleh pemikiran Anarkis, karena persfektif Sosialis, Marxis dan Feminis cenderung mendominasi usaha untuk mengembangkan kerangka alternatif. Namun di ruang dimana tempat karya alternatif dipikirkan, pemikiran anarkis lebih berpengaruh. Pemikiran anarkis sangat dekat dihubungkan dengan gerakan kooperatif dan proyek kooperatif di Spanyil yang pada akhirnya menghasilkan Mondragon (Whyte & Whyte 1988; Morrison 1992; Craig 1993), meskipun analisa sosialis juga penting dalam proses tersebut (Melynk 1985).

Pemikir anarkis akan menduku ng catatan mengenai desentralisasi dan pengendalian oleh masyarakat, dan akan mendukung apa yang biasa disebut dengan pembangunan dari bawah (bottom up development), meskipun mereka akan curiga dengan istilah up pada istilah tersebut, karena ia berimplikasi keinginan kepada berkembangnya struktur yang lebih terpusat.

Post a Comment

  1. Looks interesting article. Unfortunately I can't read.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo bro, how are you? long time not to see you.

      Delete

Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung